OSCE YUKKK!!!
Di jurusan kami, Kedokteran, ada ujian praktik yang disebut dengan OSCE. OSCE itu kepanjangannya adalah Objective Structured Clinical Examination. OSCE dilaksanakan di setiap akhir tahun pembelajaran. Jadi, nanti akan ada OSCE I, OSCE II, OSCE III, dan yang terakhir adalah OSCE Komprehensif. Masing-masing punya tingkat kesulitan yang berbeda. Kalau untuk OSCE I, yang sudah aku ikuti, kami hanya diminta untuk melakukan eksplorasi permasalahan, melakukan pemeriksaan, menyampaikan hasil pemeriksaan, dan melakukan edukasi pada pasien. Lain soal lagi kalau untuk OSCE II, OSCE III, dan OSCE Komprehensif yang mana pasti akan lebih sulit lagi. Nah berikut ini akan aku sampaikan mengenai pengalamanku dalam mengikuti ujian OSCE.
BRIEFING SEBELUM OSCE
Waktu itu, kami sedang libur semester 3 dan kami mendapatkan pengumuman kalau kami harus mengikuti OSCE I yang harusnya sudah dilaksanakan sewaktu akhir semester 2 dulu. Kenapa dilaksanakannya justru di akhir semester 3? Karena saat itu pandemi masih naik-naiknya dan akhirnya untuk angkatan kami OSCE-nya disepakati untuk ditunda terlebih dahulu.
Akhirnya, karena pengumuman tersebut, kami yang sudah berada di kota masing-masing berakhir harus kembali ke Jogja lagi untuk persiapan OSCE. Persiapan yang kami lakukan sendiri memakan waktu 1 bulan. Sebenarnya ini opsional sih, terserah masing-masing individu ingin mulai belajar dari H-berapa. Akan tetapi, mengingat OSCE I ini ada 12 station akhirnya kelompok belajar kami memutuskan untuk mulai latihan setiap hari dari sejak H-1 bulan.
Oh ya, untuk yang belum tahu station itu apa. Station itu semacam topik pemeriksaan yang harus kita pelajari. Jadi, untuk OSCE I ini kita diminta untuk menguasai 12 station, yaitu
1. Abdominal examination
2. Thorax examination (Jantung dan paru)
3. Asceptic procedure
4. Gynecology examination
5. Eye examination
6. Basic locomotor
7. Neurology examination
8. Genitology examination
9. Skin lesion
10. BLS (Basic life support)
11. Elektrocardiogram
12. THT
Untuk station 1-4 diberi waktu masing-masing 16 menit, sedangkan untuk station 5-12 diberi waktu masing-masing 8 menit. Waktu yang diberikan itu sudah termasuk rotasi pindah ruangan, tanda tangan, dan membaca kasus. Bel akan berbunyi setiap 8 menit.
TEKNIS PELAKSANAAN
Untuk OSCE di FKKMK UGM sendiri teknisnya adalah kami akan di-briefing terlebih dahulu di ruang kuliah oleh salah satu dokter. Kami sudah dibagikan masker, apron, face shield, dan sarung tangan (karena masa pandemi). Lalu, kami dibagikan satu lembar kertas kuning besar yang mana kertas itu berfungsi untuk pencatatan anamnesis (wawancara awal dokter ke pasien, tekait keluhan utama, dll.) dan satu kertas putih yang berisi urutan ruangan station kami. Misalnya, untuk aku, urutan stationnya adalah station 4-1-2-3-5-6-7-8-9-10-11-12. Urutan ini akan berbeda dengan peserta sesesi yang lainnya sehingga tidak akan ada yang tabrakan. Satu sesi berisi 16 orang. Selanjutnya, kami diminta pindah dari ruang kuliah ke ruang skills lab dimana di tempat itulah kita melakukan ujian OSCE. Kita diminta untuk duduk di depan station pertama masing-masing dan mulai berdoa.
STATION 1: GYNECOLOGY
Memasuki ruangan OSCE pertama kali, aku langsung melihat dokter penguji di ujung ruangan dan seorang pasien yang sudah duduk di meja anamnesis. Anyway, untuk pasien ujian OSCE ini berasal dari anggota teater yang sudah di-briefing terlebih dahulu oleh pihak fakultas dan sudah disediakan dari fakultas (artinya kita nggak perlu bayar apa-apa lagi). Oke, lanjuttt.
Aku lalu berjalan ke meja dokter penguji untuk tanda tangan kehadiran dan langsung menuju meja anamnesis untuk membaca kasusnya. Kasusnya (sedikit improvisasi karena lupa-lupa ingat):
"Anda seorang dokter puskesmas yang sedang berjaga. Ada seorang perempuan berusia 30 tahun mengeluh sakit perut bagian bawah. Lakukan eksplorasi permasalahan, pemeriksaan gynecology, dan edukasi pasien."
Mulailah aku dengan anamnesis.
"Selamat pagi, bu. Saya Shafira yang berjaga pada pagi hari ini, ibu dengan ibu siapa?"
Dan seterusnya mulai dari menanyakan nama, usia, pekerjaan, dan alamat pasien. Lalu, dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, RPS (Riwayat Penyakit Sekarang) menggunakan OLDCART, RPD (Riwayat Penyakit Dahulu), RPK (Riwayat Penyakit Keluarga), dan lifestyle pasien.
"Baik, bu. Apakah ada yang ingin ditambahkan lagi?"
Biasanya, pasien akan memberikan clue kalau ada informasi tambahan yang belum ditanyakan atau kalau sudah lengkap berarti pasien akan bilang "Sudah tidak ada lagi, dok."
Nah setelah itu, kita akan merangkum lagi hasil anamnesis untuk memastikan apa yang kita catat sudah sesuai dengan keadaan pasien sekaligus meminta informed consent pasien untuk diperiksa. Kalau pasien sudah bersedia untuk diperiksa, kita lakukan pemeriksan deh. Jangan lupa cuci tangan sebelum dan setelah pemeriksaan itu wajib.
Momen lucu station gynecology yang aku alami:
1. Jadi, sebelum pemeriksaan gynecology, kita perlu menyalakan lampu pemeriksaan yang akan diarahkan ke daerah kewanitaan di manekin. Nah, masalahnya sewaktu sesi skills lab, saklar yang dipencet adalah yang dekat kepala lampu. Jadilah saat OSCE, aku pencet saklar yang dekat kepala lampu. Sewaktu aku pencet itu saklar, kok lampunya nggak nyalaaa. Aku matikan lagi, lalu aku nyalakan lagi. Masih belum nyalaaa. Mulai panik kan tuh (soalnya diwaktuin :D). Dan dengan baiknyaaaa pasienku memberi tau :D Katanya, "Itu yang di situ mbak." (sembari beliau menunjuk saklar di tangkai lampu) :D Ternyata oh ternyata saklarnya ada dua. Satu yang di kepala lampu, satunya lagi di tangkainya :")
2. Salah milih speculum. Speculum itu intinya semacam alat yang dimasukkan ke daerah kewanitaan untuk membuka jalan vagina agar inspeksinya lebih mudah. Sewaktu anamnesis, aku sudah sempat menanyakan, "Ibu sudah punya anak?" Dijawablah, "Belum, dok." Kesalahanku adalah aku nggak lihat kalau di meja steril sudah disiapkan dua jenis speculum. Satu yang kecil untuk yang belum pernah melahirkan. Satu yang lumayan besar untuk yang sudah pernah melahirkan. Karena aku terburu-buru dan tidak melakukan pengamatan dengan benar, alhasil aku ambilah sembarang dan ternyata yang aku ambil adalah yang besar :v
STATION 2: ABDOMINAL EXAMINATION
Sebenarnya permulaannya sama saja dengan station 1. Cuma, saat di station abdomen, pasiennya laki-laki, masih muda, dan dengan "pintar"-nya aku sapa "Selamat pagi, PAK. Saya Shafira yang berjaga pada pagi hari ini. BAPAK dengan BAPAK siapa?" Lalu pasiennya bilang gini dong, "Maaf dok bisa panggil mas aja nggak? :D"
Kejadian lucu lainnya adalah ketika pemeriksaan tekanan darah :) Kalian tahu kan kalau di bagian tensimeter ada gerigi yang buat mutar di dekat pompanya. Nah, sewaktu aku putar geriginya, lha kok tiba-tiba geriginya copot :) Terus aku coba betulkan, tetapi tetap nggak kepasang lagi. Mana pasiennya udah nunggu :D Terus akhirnya aku beranikan diri untuk bilang ke dokternya, "Dok, ini copot." Untunglah nasibku bagus. Ternyata dokter pengujinya baikkk, bahkan dokternya yang ngambilin tensimeter baru dan nyaranin aku buat ngelakuin pemeriksaan yang lainnya dulu.
Masalah lainnya yang muncul adalah saat pemeriksaan denyut nadi dan frekuensi napas. Nah, kalau mau meriksa denyut nadi dan frekuensi napas, pastinya butuh jam dong. Ya, kan? Masalahnya adalah kami dilarang pakai aksesoris apapun, termasuk jam, dan apesnya lagi, jam dinding di ruangan itu mati :) Alhasil aku bilanglah ke dokternya, "Dok, jamnya mati :D" Akhirnya, dokternya yang memberi tahu hasil pemeriksaan tanda vitalnya dan kami cuma diminta mengidentifikasi hasilnya normal atau tidak.
Evaluasi: Ketika sudah selesai melakukan pemeriksaan secara keseluruhan, ternyata aku masih punya sisa waktu. Jadi dokternya memberikan beberapa evaluasi dari pemeriksaan yang sudah aku lakukan. Kata dokternya, untuk pemeriksaan tekanan darah sudah benar dan sudah bagus :D, hanya saja yang aku lupa adalah menanyakan VAS (Visual Analogue Scale). Seharusnya, sewaktu melakukan penekanan abdomen dan pasien merasakan sakit, kita harus menanyakan skala nyerinya kira-kira seberapa.
DAN STATION2 LAINNYA YANG NGGAK KALAH LUCU DAN SERU
Intinya, ada insight baru setelah aku menjalani OSCE ini. Aku sadar bahwa wah kita beneran ketemu sama pasien asli yang kita nggak tau mereka siapa, mereka sakit apa, mereka bakal jawab apa ketika kita tanyain, dan mau sepanik apapun kita, pasiennya menunggu kita buat meriksa mereka. Kalau ada hambatan atau kesalahan yang kita lakukan, sebisa mungkin tetap tenang biar pasiennya juga nggak ikut panik dan of course tetap lanjutin terus pemeriksaannya semaksimal yang kalian bisa.
Semangat :D
Komentar
Posting Komentar